Oleh: Dedi Fakhurahman|Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik FISIP-UHO angkatan 2021
Nilkaz.com, Kendari – Indonesia merupakan Negara demokrasi yang menganut filosifi pancasila sebagai dasar negaranya. Sebagai Negara demokratis tentunya Kebebasan merupakan komponen utama sebagai esensi fundamental dari demokrasi itu sendiri, kebebasan memberikan peluang bagi masyrakat dalam partisipasi politik secara konvensional maupun non-konvensional.
Bukan hanya itu, hak kebebasan juga merupakan wujud dari asas kemerdekaan. Salah satu kebebasan sebagaimana yang tertera dalam Pasal 28 E (3), UUD 1945 “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Pasal tersebut merupakan jaminan konstitusi atas hak kebebasan setiap rakyatnya.
Namun sangat disayangkan walaupun konstitusi menjamin hak kebebasan, namun prodak-prodak hukum yang dihasilkan oleh pemerintah seolah membatasi ruang lingkup kebebasan itu. hal ini menimbulkan polemik dan kontroversi di masyarakat menimbang hak kebebasan yang seharusnya dilindungi dan di jaga malah dibatasi dengan adanya regulasi-regulasi tersebut.
Ditambah lagi baru-baru ini pemerintah mengesahkan RUU-KUHP menjadi UU pada rapat paripurna DPR-RI selasa, 6 Desember 2022. Di dalam UU-KUHP yang disahkan tersebut, terdapat beberapa pasal yang dianggap sangat bertentangan dengan hak kebebasan masayarakat khususnya pada kebebasan pers. Salah satunya pada Pasal tentang penghinaan presiden yang dinyatakan pada pasal 218 mengancam pelaku dengan penjara maksimal 3,5 tahun. Di pasal 219 juga dijelskan bahwa pelaku penyiaran itu diancam 4,5 tahun bui. Dan pada pasal 220 dijelaskan bahwa perbuatan ini menjadi delik apabila diadukan oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Undang Undang ini menjadi symbol atas ketidak berdayaan masyarakat dalam memberikan kritik terhadap penguasa dan ditambah lagi pemerintahan saat ini sangat sensitif dan cenderung baperan. Bukan hanya itu, dalam pasal ini juga seolah-olah masyarakat di buat bungkam dan harus senantiasa memuji-muji presiden. Hak kebebasan pers pun seolah hanya sebagai gula-gula di dalam demokrasi.
Masyarakat seolah di paksa senyum dalam duka serta memuji-muji dengan perut keroncongan. Masalah-masalah yang dialami oleh negri ini masih belum terselesaikan tetapi ketika menuntut akan hal itu masyarakat sudah tidak lagi berdaya. Pemerintah saat ini sangatlah over power bahkan saking over powernya kebebasan masyarakatpun di embatnya dan ini merupakan ciri-ciri dari pemerintahan yang Absolut dan otoritarit.
Bukan main-main tetapi bagi siapa saja yang diduga melakukan pelanggaran yakni menghina presiden, yang akan menjadi pelapornya adalah Presiden sebagi kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Apakah setakut itukah pemerintah kita dengan kritikan? Padahal kritik- kritik yang dilayangkan oleh masyrakat semata-mata untuk mendapatka atensi pada setiap problem-problem yang dialami oleh masyarakat.
Laporan: Jabar