Nilkaz.com,Kendari — Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Andap Budhi Revianto melalui Kongres Internasional ke lV Bahasa Daerah di Sultra, menekankan agar budaya bahasa daerah/lokal selalu dilestarikan.
Pelaksanaan Kongres ini diinisiasi oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) dan Kantor Bahasa Sultra dengan mengusung tema “Tapalagi Bahasa dan Sastra, Sultra Mokora (Melestarikan Bahasa dan Sastra, Sultra Kuat)”, kegiatan ini berlangsung di Hotel Sahid Azizah Kendari, Selasa (21/11/2023).
Saat menyampaikan sambutannya Pj Gubernur Sultra memaparkan secara universal bahwa Indonesia memiliki bahasa daerah yang beragam tercatat ada 718 jenis bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesi, dan 9 diantaranya ada di Sultra.
“Bahasa Tolaki, Muna, Moronen, Wolio, Culambacu, Bahasa Wakatobi, Kulisusu, Cia-Cia dan Lasalimu-Kamaru, harus di pake sehari-hari supaya tidak punah. Itu yang semua saya sebutkan bahasa daerahnya masing-masing adalah sebuah Khazanah kekayaan kita,” tuturnya.
Adanya kegiatan seperti ini, dirinya berharap bisa memberikan manfaat melalui pembinaan dan pemberian pemahaman terkait pentingnya bahasa daerah untuk meneguhkan identitas sebagai warga-negara Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa masing-masing, akan tetapi disatukan dalam bingkai NKRI.
“Mari kita melestarikan bahasa dan sastra daerah dengan meregenerasi,” ujarnya.
Ditempat yang sama, Kepala Kantor Bahasa Sultra Uniawati mengatakan saat ini yang menjadi persoalan yang paling krusial adalah kepunahan bahasa daerah, para penutur tidak lagi atau tidak mewariskan bahasa tersebut kepada generasi berikutnya.
“Khusus di Sulawesi Tenggara terdapat 9 bahasa daerah dan 7 diantaranya terancam punah yaitu bahasa Cia-Cia, Culambacu, Kulisusu, Lasalimu-Kamaru, Moronene, Muna dan Tolaki. Hal ini perlu segera diatasi karna kondisi vitalitas bahasa tersebut semakin menurun,”ungkapnya.
Untuk diketahui, pentingnya penggunaan bahasa daerah yaitu sebagai salah satu simbol identitas suku seseorang agar saling mengenal antar sesamanya, dan juga untuk melestarikan apa yang menjadi peninggalan dari para leluhur.
Dalam konteks ini adalah bangsa Indonesia melihat bahasa daerah sebagai salah satu bentuk kekayaan tak benda, bagi masyarakat dan bangsa, sebagai bahasa lokal atau bahasa daerah bukanlah penghambat dalam perkembangan Indonesia, begitu juga penggunaan bahasa daerah bukan berarti tidak menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, akan tetapi untuk melestarikannya agar tidak punah. Red