Nilkaz.com, Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Internasional Anti Sunat Perempuan pada 6 Februari 2023, Amnesty Indonesia lewat kanal instagramnya @amnestyindonesia merilis dampak buruk pemberlakuan sunat pada perempuan.
Mengutip dari Wikipedia, pemotongan kelamin perempuan Female Genital Mutilation (FGM) juga dikenal sebagai mutilasi kelamin perempuan, sunat perempuan, dan khitan perempuan, adalah pemotongan atau penghilangan sebagian atau seluruh bagian luar kelamin wanita.
Sunat perempuan kerap dilakukan oleh seseorang tanpa pelatihan medis, menggunakan pisau, gunting, pisau bedah, pecahan kaca, atau pisau cukur tanpa anastesi.
Bagian yang di potong saat sunat perempuan adalah klitoridektomi, eksisi, infibulasi, serta variasi lainnya yang merupakan tindakan yang tidak menyakitkan seperti penusukan, penorehan, penggoresan, bahkan pembakaran klitoris atau alat kelamin.
Adapun efek buruk terhadap sunat perempuan terbagi dua, yaitu secara psikologis dan fisik. Secara psikologis, sunat perempuan bisa menyebabkan gangguan psikis, trauma, dan disfungsi seksual seperti tidak bisa mengalami orgasme, serta dapat mengalami depresi, kecemasan, dan rasa rendah diri. Buruknya, efek ini bisa dirasakan seumur hidup.
Secara fisik, efek buruk sunat perempuan bisa menyebabkan pendarahan hebat yang menimbulkan infeksi, syok, bahkan kematian. Serta ada juga kemungkinan tertular penyakit jika dilakukan menggunakan alat yang tidak steril.
Data dari UNICEF tahun 2016 menyebutkan, setidaknya 51,2% perempuan Indonesia sejak usia 0-11 tahun telah melalui tindakan sunat perempuan. Pada 2010, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636 Tahun 2010 yang menyebutkan praktik sunat perempuan di Indonesia tidak sama dengan P2GP.
Dalam aturan ini, sunat perempuan diartikan sebagai tindakan memotong kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa melukai klitoris. Pada 2014, aturan tersebut dicabut dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri No. 6 Tahun 2014. Walau sudah dicabut, penelitian Komnas Perempuan menyebutkan praktik sunat perempuan masih berlangsung di Indonesia, dan biasanya dilakukan oleh bidan atau dukun.
Walaupun tidak memiliki manfaat medis, praktik sunat perempuan masih diberlakukan karena identitas budaya, identitas gender, kontrol, keyakinan budaya, dan agama.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia, di 30 negara sunat perempuan masih dilakukan, beberapa komplikasi fisik langsung kerap terjadi, di antaranya sakit parah, pendarahan berlebihan, infeksi, dan demam. Bahkan untuk beberapa perempuan, efek sampingnya terlalu berat dan dapat menyebabkan kematian.
Menurut Amnesty Indonesia, sunat perempuan merupakan tindakan yang melanggar hak perempuan. Adapun hak yang dilanggar yaitu hak atas kesehatan, bebas dari kekerasan, hak atas kehidupan dan integritas fisik, bebas dari perlakuan diskriminatif, dan bebas dari perlakuan kejam.
Laporan: Abing
Editor: Jabar