Nilkaz.com, Kendari – Puluhan rumah di Desa Tapunggaya dan Tapuemea, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terendam air akibat banjir.
Warga setempat menyebut, banjir melanda dua desa setelah hujan turun dengan intensitas tinggi pada Minggu, 4 Desember 2022 pagi.
Hujan turun hanya beberapa jam saja, air bercampur lumpur berwarna kemerahan langsung merendam rumah-rumah warga.
“Pagi tadi, karena hujan yang begitu deras. Tinggi air sampai lutut orang dewasa. Bahkan ada yang sampai satu meter,” ujar Jeri salah satu warga Tapunggaya saat dihubungi media ini, Senin, 5 Desember 2022.
Masyarakat menduga, terjadinya banjir tidak lepas dari aktivitas pertambangan yang ada di Desa Tapunggaya dan Tapuemea yang merupakan area konsesi atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam.
“Tujuh tahun terakhir banjir kerap melanda daerah kami, sejak adanya aktivitas pertambangan,” ucapnya.
Menurutnya, selain curah hujan yang tinggi, aktivitas pertambangan juga menjadi penyebab banjir. Sebab, dahulu walaupun turun hujan intensitas tinggi, banjir tidak terjadi.
Setelah aktivitas tambang menjamur, sambung Jeri, banjir sudah tak terhindarkan lagi. Bahkan, dalam setahun intensitas hujan tinggi terjadi bisa dua hingga tiga kali.
“Sebelum ada aktivitas pertambangan pada tahun 2016 tidak ada banjir, paling air genangan saja. Tetapi sekarang ini, empat jam saja turun hujan itu langsung banjir,” tuturnya.
Lebih lanjut Jeri mengungkapkan, terjadinya banjir diduga bagian dari kelalaian PT Antam yang kurang tegas terhadap kontraktor mining yang menambang di area IUP mereka.
Harusnya, kata dia, UPBN PT Antam Konut harus proaktif melakukan monitoring kepada kontraktor mining, agar dalam pelaksanaan penambangan tidak terjadi penyimpangan, seperti kerusakan lingkungan yang berdampak pada terjadinya banjir.
“Tapi ini tidak. Antam membiarkan kontraktor mining menambang begitu saja, tanpa memikirkan dampak lingkungan yang berkepanjangan. Hari ini bisa kita lihat buktinya, banjir terjadi terus menerus,” tegasnya.
Jeri bilang, selama kedatangan PT Antam masyarakat Desa Tapunggaya dan Tapuemea belum merasakan manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) yang mana menjadi tanggung jawab sosial setiap perusahaan.
Harusnya CSR menjadi hak dan tanggung jawab perusahaan menyalurkan ke masyarakat lingkar tambang baik dari sisi infrastruktur, kesehatan, ekonomi maupun pendidikan.
Pada prinsipnya, masyarakat tidak anti investasi. Justru dengan hadirnya investasi akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Namun, ada hal yang perlu diperhatikan yakni dalam aktivitas penambangan harus sesuai prosedur, supaya tidak meninggalkan dampak besar bagi masyarakat,” ungkapnya.
Olehnya itu, keinginan masyarakat tidak lain ingin dibuatkan drainase dan cek dam atau tanggul penghambat melalui CSR PT Antam. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya banjir di dua desa. Apalagi kawasan penambangan dengan pemukiman warga jaraknya hanya 500 meter.
“Disini tidak ada drainase dan cek dam. Makanya kalau hujan, air turun dari atas kawasan penambangan ke pemukiman warga,” jelasnya.
Selain itu, Jeri juga menyinggung Pemda Konut yang tidak pernah turun melakukan penulusuran atau pengawasan di lokasi penambangan. Pihaknya meminta Pemda Konut turun tangan, jika tidak warga akan terus menerus menjadi korban.
“Persoalan banjir sudah menjadi konsumsi setiap tahunnya jika musim penghujan. Maka masyarakat Desa Tapunggaya dan Tapuemea akan mengajukan gugatan atas pengrusakan lingkungan,” pungkasnya.
Reporter : Dika
Editor : Once