
Nilkaz.Com, Kendari — Dalam menghadapi momentum konstestasi pemilu 2024, situasi politik di tengah masyarakat semakin memanas dengan berbagai atraksi dan pergerakan elit politik.
Eskalasi dan sirkulasi pergantian kepemimpinan nasional telah berdampak kepada dinamika politik elektoral, tanpa sadar masyarakat telah terkontaminasi dengan nuansa politik pragmatis dan polarisasi. Nihilnya politik gagasan yang progresif serta konsolidasi demokrasi menjadikan masyarakat rentan terpecah belah.
Sehingga masalah demikian, harus dijadikan perhatian bersama stackholder untuk meminimalisir potensi kerawanan demokrasi dan pemilu 2024.
Apa lagi dunia maya diramaikan dengan berbagai isu tentang partai politik yang berselancar dan bermanufer di tengah pusaran demokrasi tanpa memberikan pesan positif kepada masyarakat sehingga banyak menimbulkan kebingungan.
Hiruk pikuk dan ingar bingar kompetisi para politisi dari partai politik semakin sengit. Apa lagi setelah melewati berbagai tahapan pemilu. Tentunya akan segera menghangatkan suasana konstalasi politik. Kompetisi dan percikannya semakin memanas ditengah lapisan masyarakat.
Seluruh sumber daya kekuatan infrastruktur politik untuk para kontestan sudah mulai dipersiapkan untuk menghadapi pemilu 2024 yang akan datang.
Merespon dinamika tersebut, Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya, mengatakan dalam proses tahapan pemilu yang sedang berjalan, ia mengharapkan agar masyarakat tidak gampang percaya dan mudah terpengaruh dengan isu propaganda yang dapat memecah belah persatuan bangsa.
“Dalam mencegah segala kemungkinan terburuk maka merasa penting untuk melakukan konsolidasi demokrasi dan memperkuat narasi kebangsaan. Kekuatan social society harus kita jaga dengan terus melakukan sosialisasi dan edukasi politik kepada masyarakat, mencegah politik identitas dan turbulensi politik untuk mencegah berbagai polarisasi dan kekacauan sosial yang timbul di masyarakat,” beber Rasmin di Kendari, Minggu (27/08).
Rasmin berharap dibutuhkan berbagai pihak untuk bahu-membahu dalam mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat agar bisa menciptakan pemilu yang berkualitas dan demokratis.
“Apa lagi masyarakat adalah kelompok sosial yang paling rentan terpecah akibat sikap politik yang berbeda, sehingga peran pemuda dengan memperkuat narasi-narasi kebangsaan dan edukasi politik sangat dibutuhkan. Menjemput momentum pesta rakyat ini harus kita bersuka ria, keikutsertaan dan partisipasi kita sangat menentukan nasib bangsa kedepan,” tegasnya.
Rasmi berpandangan, kedaulatan rakyat adalah sala satu harapan bersama dalam menentukan pergantian kepemimpinan nasional dan daerah, untuk membawa cita-cita revolusi dan reformasi ke arah yang lebih baik lagi dan juga bisa terus mengawal dan memastikan kesejahteraan dan keadilan sosial bisa terdistribusi dengan baik.
“Tahun politik 2024 ini adalah ujian berat dan sesuatu yang tidak bisa kita pandang enteng sebagai masyarakat untuk memilih pemimpin secara langsung. Suara rakyat adalah kunci yang menentukan bagi kehadiran sosok pemimpin politik yang di legitimasi oleh rakyat dan betul-betul memberikan yang terbaik. Sehingga kita harus mengambil bagian dalam pesta demokrasi ini,” bebernya.
Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UHO ini membeberkan, peran elit politik di parlemen juga menjadi penting bagaimana dia menunjukan kemampuannya dalam menghasilkan produk kebijakan yang pro terhadap rakyat agar kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dapat dikembalikan
“Peran dan kontribusi kadernya harus memberikan dampak yang positif terhadap masa depan rakyat, namun jika peran kader di parlemen tidak memberikan efek dan dampak untuk perubahan ekonomi masyarakat maka citra partai itu sendiri akan menurun,” ujarnya.
Kehadiran partai politik di daerah juga harus menjadi instrumen dan wahana pendidikan politik bagi rakyat, bisa menjadi alat memperjuangkan aspirasi rakyat dan menjadi jembatan dengan stekholder setempat agar menjelang pemilu serentak tidak berdampak negatif di tengah-tengah masyarakat.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak terprovokasi dengan propaganda elit politik yang hanya mementingkan kepentingan individu dan kelompok.
“Sebagai generasi muda, kita harus bisa melakukan mitigasi terhadap kerawanan pemilu agar masyarakat tidak terpecah belah,” ungkapnya.
Ketakutan akan adanya polarisasi dimasyarakat, kata dia, sangat rentan untuk terjadi baik sebelum pemilu maupun sesudah pemilu. Hal ini biasanya terjadi kepada klasifikasi pemilih yang fanatik dimana masing-masing pendukung terjadi silang pendapat bahkan sampai terjadi benturan ditengah masyarakat.
“Fenomena demikian mesti dilakukan antisipasi oleh para figur dalam memberikan pencerahan dan kedewasaan dalam berpolitik agar kerukunan dan kehidupan masyarakat yang heterogen tetap terjaga bahwa pemilu hanyalah sebuah sarana dan intrumen untuk memilih pemimpin,” pungkasnya.
Penulis : Kariadi