Nilkaz.Com, Kendari — Gerakan mahasiswa 1998 adalah kejadian monumental yang berhasil memaksa Presiden Soeharto turun takhta. Setelah 32 tahun menjabat, Soeharto turun dari jabatan presiden pada 21 Mei 1998, sebagai puncak dari protes dalam gerakan mahasiswa 1998.
Tahun 1998 memang menyimpan kisah penting dalam sejarah perjalanan indonesia karena menjadi penanda adanya babak baru, yakni era Reformasi dimana kebebasan dan demokrasi tak bisa dibungkam lagi oleh rezim otoritarianisme.
Dalam berbagai literatur sejarah, awalnya, gerakan mahasiswa menuntut turunnya harga-harga kebutuhan pokok yang melonjak sangat tinggi sejak Juli 1997 meskipun sebelum menemui titik klimaks ada rentetan pergerakan mahasiswa usai presiden Soekarno jatuh dari jabatannya.
Sejak saat itu, berbagai aksi demonstrasi sudah mulai dilakukan oleh para mahasiswa yang membuat kondisi dan situasi di Indonesia semakin tidak stabil. Salah satu gerakan mahasiswa yang masih terus teringat sampai saat ini adalah Tragedi Trisakti yang berlangsung pada 12 Mei 1998.
Tuntutan gerakan mahasiswa 1998 pada dasarnya, penyebab terjadinya gerakan mahasiswa 1998 adalah tuntutan adanya reformasi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Dalam gerakannya, mahasiswa Indonesia menyampaikan beberapa tuntutan yang dikenal sebagai 6 Agenda Reformasi 1998. Isi 6 Agenda Reformasi 1998 adalah: Mengadili Soeharto dan para pengikutnya, Amandemen UUD 1945, Otonomi daerah seluas-luasnya, Menghapus Dwifungsi ABRI, Hapuskan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan Menegakkan supremasi hukum.
Sehingga momentum tersebut kampus dijadikan sebagai ujung tombak pergerakan mahasiswa, dimana kampus juga merupakan labolatorium mahasiswa untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologi dimana dan bisa melakukan berbagai proses dalam mengembangkan inovasi dan kreatifitas serta terlibat secara langsung dalam kehidupan sosial politik masyarakat.
Disisi lain kampus dijadikan ruang untuk menciptakan kepemimpinan masa depan yang siap mengambil tanggung jawab dalam segala lini, baik di legislatif, eksekutif dan yudikatif. Bibit pemimpin itu bernama pemuda dan mahasiswa. Sehingga setelah melewati masa-masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi struktur pemerintahan banyak di isi oleh kelompok muda untuk mengimplementasikan ide dan gagasannya selama bermahasiswa tentang model kepemimpinan dan pemerintahan yang ideal.
Paling tidak di Indonesia sendiri partisipasi politik pergerakan mahasiswa sebagai kelompok penekan yang mampu mengintervensi kebijakan dari luar sistem yang tidak pro terhadap rakyat dan memiliki posisi strategis setidaknya karena tiga alasan : peran sejarahnya dalam membebaskan bangsa Indonesia dari imperialis dan imperialis serta kepeloporannya dalam menggerakkan perubahan sosial (Agent Of social Change) menyebabkan ia memiliki tanggungjawab besar sejarah yang harus selalu ditunaikan dari setiap generasi dan bangsanya.
Sistem politik di Indonesia dan negara berkembang lainnya, biasanya belum cukup mapan dan belum cukup efektif untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat. Karena itu mahasiswa sering kali dijadikan sebagai benteng pertahanan terakhir dalam perubahan suatu bangsa dalam setiap aksi parlemen jalanan.
Mahasiswa sendiri merupakan kelas menengah yang mudah masuk langsung ke masyarakat, maka mereka sering dipercaya untuk menjadi konseptor dan eksekutor harapan dan aspirasi masyarakyat.
Olehnya itu para aktivis pergerakan mahasiswa hari hendaknya memikirkan konsep regenerasi kepemimpinan ke depan guna melanjutkan apa yang menjadi visi-misi menuju masyarakat yang adil dan makmur. Keberhasilan sebuah gerakan pada hakikatnya tidak diukur hanya pada satu periode saja, tapi juga dilihat dari daya tahan pergerakan pada masa-masa selanjutnya apakah terjadi kemunduran atau kemajuan supaya terus menjadi evaluasi dan pembelajaran. Hingga momentum reformasi inilah yang menginjak 25 tahun seharusnya kita sebagai generasi muda terus melanjutkan apa yang menjadi agenda reformasi serta menyiapkan kepemimpinan masa depan indonesia.
Diantara faktor yang menentukan pergerakan adalah kepemimpinan gerakan itu sendiri, olehnya itu sangat di butuhkan organisasi dan kaderisasi yang matang untuk memperkuat daya tahan generasi dalam melihat tantangan zaman di era distrupsi seperti sekarang ini.
Krisis Kepercayaan Gerakan Mahasiswa
Dengan krisisnya kepercayaan gerakan mahasiswa dari masyarakat hari ini menjadi imbas dari pada lemahnya organisasi internal maupun eksternal untuk membawa kontribusi lebih besar di tengah-tengah masyarakat, sebagai orientasi dari pada tangung jawab sebagai mahasiswa, Apa lagi masalah kebangsaan yang begitu banyak dari tataran nasional maupun lokal.
Olehnya itu, untuk mengembalikan kepeloporan gerakan mahasiswa perlu disusun alur kaderisasi yang baik dan matang untuk kepemimpinan pergerakan mahasiswa di kampus yang integral dan komprehensif. Kaderisasi ini dilakukan secara terus menerus sehingga ia menjadi kawah candradimuka yang melahirkan para pemimpin pergerakan yang tangguh dan mempunyai idealisme tinggi.
Idealnya para pemimpin lembaga kampus dan pergerakan mahasiswa muncul melalui sebuah proses yang panjang yang banyak benturan hingga sampai terbentuk dan bukan pemimpin karbitan pragmatis yang muncul tiba-tiba tanpa penguasaan konsep, tempaan masalah dan pengalaman yang mumpuni. Olehnya itu pentingya kaderisasi dalam sebuah organisasi untuk menciptakan dan membentuk karakter kepemimpinan yang berkepribadian dan berintegritas.
Pimpinan pergerakan mahasiswa harus menjadi ikon dalam percaturan bangsa ini baik dari kelompok kelembagaan mahasiswa intra maupun ektra kampus. Ia merupakan pengambil keputusan dan leader tertinggi di lembaganya yang harus mempertanggungjawabkan pengelolaan lembaga kemahasiswaan yang baik dan benar karena dia mewakili seluruh mahasiswa yang dia pimpinnya.
Seorang pimpinan pergerakan mahasiswa idealnya memang seorang pemimpin mahasiswa yang memiliki tugas dan wewenang sebagai bagian dari jembatan mengkomunikasikan wacana pergerakan mahasiswa dan strategi umumnya kepada tim intinya dengan diskusi yang mendalam, melakukan rencana penggalangan dan kordinasi untuk mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan tetapi faktanya sangat minim dan krisis sekali untuk melakukan penyatuan gerakan.
Pengurus lembaga kemahasiswaan fakultas sampai di tataran bawah himpunan perlu membangun kordinasi yang baik sebagai jantung pergerakan untuk menggalang kekuatan massa sebanyak-banyaknya dan tak hanya itu organ internal kampus juga harus mampus menggandeng lembaga pergerakan mahasiswa lainnya untuk membentuk sebuah aliansi dalam perjuangan sehingga wacana pergerakan mahasiswa yang digulirkan dapat menjadi konsumsi dan sorotan publik untuk menarik simpati dan empati, mengelola dan mengendalikan pengurus lembaga kemahasiswaan sebagai bentuk konsolidasi institusional.
Bersama pengurus yang lain melakukan upaya penguasaan opini dengan melakukan propaganda dan agitasi di dalam kampus maupun di luar kampus melalui berbagai sarana dan instrumen komunikasi pergerakan yang ada, itu sala satu alternatif cara dan strategi merespon isu lokal dan nasional dengan cepat dengan banyaknya kebijakan pemerintah yang simpang siur dan tidak pro terhadap rakyat.
Apa lagi di dalam satu kampus terdapat berbagai elemen pergerakan mahasiswa yang berkompetisi untuk mengelola lembaga pergerakan mahasiswa intra kampus. Dalam kondisi seperti itu, maka mekanisme regenerasi kepemimpinan pergerakan ini bisa melalui dua proses, yaitu proses internal komunitas aktivis pergerakan dan proses eksternal aktivis pergerakan.
Peran dan strategi kelompok mahasiswa sangat di butuhkan dan solusi di tengah kekeroposan yang menggerogoti tubuh bangsa ini, Korupsi Kolusi dan Nepotisme, kemiskinan, kurangnya akses pendidikan dan lain sebagainya. Pergerakan mahasiswa merupakan intrumen yang dapat melakukan advokasi masyarakat dan bangsa yang masih seringkali menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka. Partisipasi rakyat dalam pergerakan mahasiswa ini dilakukan dalam rangka mempengaruhi pemerintah dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, partisipasi mahasiswa ini pun sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran juga bagi kader-kader pergerakan, sekaligus sarana penyebaran pemikiran ideologi, wacana, ide dan gagasan pergerakan mahasiswa dan menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa ke depannya.
Masalah Kebangsaan Dalam Sejarah
Kita pernah terjadi mengalami suatu masa yang amat kelam dan amat keji bahwa selama 32 tahun bangsa Indonesia ini hidup dalam cengkraman kekuasaan yang otoritarianisme, diktator, birokrat dengan kekuatan tangan besinya. Berbagai rentetan peristiwa dan dinamika perjuangan menuju era keterbukaan, reformasi dan demokrasi tetapi sepertinya tidak perduli dengan apa yang terjadi di masa lalu apa lagi proses keadilannya.
Penindasan dan kekejaman yang dirasakan oleh korban, rakyat dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia cenderung banyak di upakan begitu saja mulai dari 1965-1966 pembantaian massal dan genosida di mana memakan korban hampir mencapai 20 ribu nyawa yang melayang yang dituduh simpatisan komunis,1974 peristiwa malaria.
Belenggu kemerdekaan mahasiswa melalui Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Kordinasi Kampus 1978 yang harus merenggut seorang aktivis dengan suara-suara kritisnya yang menyoroti kebijakan pemerintah. Tahun 1998 aksi reformasi akibat krisis moneter yang melanda masyarakat indonesia menuntut soeharto untuk mundur dari tahta dan singgasana kursi kepresidenannya.
Kejayaan gerakan mahasiswa yang kadang memilukan menjadi catatan kelam dan sejarah hitam bangsa Indonesia. Hal itulah yang tidak pernah di bedah dan di rekontruksi ulang untuk menemukan akar penyebab dan persoalannya serta merumuskan lagi sistem baru yang lebih menghormati dari pada Hak Asasi Manusia. Deretan kekerasan ini menjalar di atas lantai militerisme, pemerintah yang mendirikan kekuasaannya dengan berfondasikan pada jaminan dan keamanan dan ketertibaan dari gerombolan polisi dan tentara.
Masalah kebangsaan yang sampai hari ini menjadi hantu dan momok menakutkan yang menggerogoti kehidupan bermasyarakat adalah sebuah virus dan penindasan yang memarjinal dan mendiskreditkan sebagian dari masyarakat minoritas.
Memang benar untuk melihat masalah kebangsaan yang tak kunjung usai hari ini harus di lihat dari peta sejarah sebagai sebab dan akibatnya. Ini adalah sala satu hambatan kemajuan manusia dari suatu bangsa dan generasinya. Ini lah masalah kebangsaan sekali lagi sebagai konsekuensi apatisnya para pemimpin kita untuk memulihkan kondisi politik dan ekonomi kita.
Penulis sendiri menilai fenomena saat ini dari gambaran abad 21, bagaimana globalisasi dan modernisasi menjadi arus utama dalam mempengaruhi kehidupan sosial dan politik masyarakat sala satunya indonesia itu sendiri. Kontrol ekonomi dan politik itu sendiri sangat berimbas pada masalah kebangsaan dan nasionalisme kita itu sendiri bagaimana guncangan dan kekuatan mereka menerpa sendi-sendi kehidupan.
Penulis adalah alumni Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. Kader GMNI Kendari, Rasmin Jaya.