Nilkaz.com, Jakarta — Puluhan massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemerhati Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) gelar demonstrasi di Gedung KPK RI pada Senin (07/08/2023).
Indonesia merupakan pemain utama Nikel dunia dengan cadangan nikel mencapai 21 juta metrik ton. Potensi terbesar cadangan nikel Indonesia itu ada di Sultra dengan luas mencapai 198.624,66 ha. Namun sayang, kaya akan sumber daya alam tetapi menderita di negeri sendiri adalah momok yang sangat memalukan khususnya terjadi di masyarakat Sultra.
Kemiskinan dan pengangguran masih menjadi tantangan serius di Sultra, terakhir Jumlah penduduk miskin Sultra pada Maret 2023 masih tinggi sebesar 321,53 ribu orang, naik menjadi 6,79 ribu orang terhadap September 2022 dan naik 11,74 ribu orang terhadap Maret 2022. Sementara tingkat pengangguran terbuka Sutra pada Februari 2023 sebanyak 3,66 persen.
Ahmad Sirajudin Koordinator lapangan, menjelaskan bahwa salah satu penyebab kemiskinan dan pengangguran di Sultra tersebut akibat perbuatan Korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA) terutama pada sektor pertambangan nikel Sultra yang cenderung menguntungkan segelintir orang dan memiskinkan rakyat terkhusus di Sultra.
“Sejauh ini terungkap sebuah kasus korupsi sektor SDA di Sultra yang ditafsirkan kerugian negara mencapai 5,7 Triliun rupiah dalam hal ini ialah perkara dokumen terbang penjualan ore nikel, Blok Mandiodo, Konawe Utara yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sultra,” ungkapnya.
Dalam perkembangannya kasus ini, kata dia, telah menyeret sejumlah pejabat penting dan strategis di negara ini termasuk pejabat di tubuh pemerintahan, perusahaan BUMN, maupun Swasta.
“Tercatat nama-nama yang sudah secara resmi terlibat dan ditetapkan tersangka oleh Kejati Sultra ialah HA, selaku General Manager PT Antam Konawe Utara, GL selaku Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining, Direktur PT Lawu Agung Mining inisal OS, Owner atau Pemilik PT Lawu Agung Mining inisial WAS, Direktur PT Kabaena Kromit Prathama (KKP) inisial AA,” ujarnya.
Selanjutnya Disusul oleh SM, selaku Kepala Geologi Kementerian ESDM dan EVT, selaku evaluator RKAB di Kementerian ESDM.
Menariknya dalam kasus ini, pemerintah daerah Sultra terkesan cuci tangan alias terkesan tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi pertambangan nikel Blok mandiodo meskipun fakta menunjukan perkara ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.
Hal ini kemudian mengilustrasikan manusia kebal hukum yang hanya ada di Sultra akibat kurang tegas dan jujurnya penegakan hukum, khususnya kejaksaan Tinggi Sultra dalam memberantas mafia pertambangan di Sultra.
“Menjadi mustahil kemudian perkara perbuatan pidana korupsi penjualan ore nikel yang melibatkan 38 perusahaan swasta, BUMN dan pejabat di kementerian ESDM, yang berlangsung secara bertahun-tahun di Blok Mandiodo dengan menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya siluman (dokumen terbang) lepas dari pengawasan dan pemantauan pemerintah terutama Gubernur Sultra selaku penanggungjawab penuh perangkat pemerintahan di daerah,” kata Ahmad.
“Apalagi 38 perusahaan yang menggarap konsesi milik PT Antam tersebut diantaranya belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) serta tanpa membayar dana reklamasi dan pasca tambang di lahan PT Antam di wilayah Mandiodo, Lalindu dan Lasolo, Konawe Utara,” sambungnya.
Olehnya itu, Forum Komunikasi Pemerhati Daerah Sulawesi Tenggara menyatakan Sikap sebagai berikut:
1. Menyatakan mosi tidak percaya kepada Kejati Sultra kerana terkesan tidak transparan, lambat, dan pilih kasih dalam menangani perkara korupsi pertambangan penjualan ore nikel di Sulawesi Tenggara yang merugikan negara sebesar Rp5,7 triliun rupiah.
2. Mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk segera memeriksa dan menetapkan tersangka terhadap Gubernur Sultra dan Direktur Perusda Sultra yang diduga kuat terlibat dalam perkara korupsi penjualan ore nikel PT Antam Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut). Sebab selain dugaan korupsi berjamaah skala besar, juga terdapat dugaan praktek suap dan gratifikasi (Meeting of Minds) yang disinyalir melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara.
3. Kepada seluruh penegak hukum agar tidak mengabaikan atau menganggap remeh segala bentuk kejahatan korupsi terutama disektor Sumber Daya Alam mengingat dampak kerugian negara yang luar biasa dan memiskinkan rakyat terjadi akibat praktek suap, penyalahgunaan kewenangan dan jabatan hingga praktek ilegal disektor urusan Sumber daya alam termasuk praktek pertambangan ilegal. Kesemuanya harus diberantas demi keadilan dan kemaslahatan bersama tak terkecuali di Sulawesi Tenggara itu sendiri. (Red).