Nilkaz.com, Jakarta – Anoa Corruption Watch (ACW) dan Monitoring Corruption (MC) menyoroti terkait kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Kolaka Timur (Koltim) kepada sejumlah Anggota DPRD Koltim, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Hal itu diungkapkan Ketua Anoa Corruption Watch (ACW), Habrianto mengungkapkan bahwa dugaan gratifikasi atau suap itu terjadi pada momentum perebutan kursi Wakil Bupati Koltim Antara Abdul Aziz dan Diana Massi istri mendiang Bupati Koltim terpilih 2020, almarhum Syamsul Bahri.
Bupati Koltim disinyalir melakukan konsolidasi masif hingga manuver politik kepada sejumlah petinggi partai baik daerah maupun pusat. Tidak hanya itu, AA juga diduga rela merogoh kocek hingga miliaran rupiah demi menggaet kursi nomor dua Koltim
Sehingga dalam pemilihan wakil Bupati yang digelar DPRD Koltim tahun 2022, AA keluar sebagai pemenang dan terpilih sebagai wakil Bupati Koltim dengan memperoleh 13 suara, sedangkan Diana Massi memperoleh 11 suara dari 24 anggota DPRD Koltim yang memilih. Sedangkan satu anggota DPRD tak hadir, total anggota DPRD Koltim 25 orang.
“Berdasarkan informasi serta data yang kami kantongi, Bupati Koltim masing masing memberikan sejumlah uang serta barang berupa handphone kepada sejumlah Anggota DPRD Koltim yang berjumlah 13 orang, agar mereka memberikan suara kepadanya,” ungkapnya. Rabu (02/08/23).
Ia menambahkan, handphone itu digunakan untuk mengambil dokumentasi/foto pada saat mencoblos sabagai bukti bahwa mereka telah memilih AA, sehingga 13 anggota DPRD Koltim itu diduga menerima gratifikasi/suap senilai Rp. 200.000.000 dengan sistem pembayaran uang muka atau DP Rp. 100.000.000 dan sisanya dibayar setelah AA terpilih sebagai wakil Bupati Koltim.
Selain itu, Habri juga membeberkan bahwa kasus dugaan gratifikasi/suap yang menyeret nama Bupati Koltim serta puluhan anggota legislatif tersebut diperkuat dengan adanya pengakuan dari salah satu mantan anggota DPRD Koltim dari Fraksi Partai NasDem inisial RS yang beberapa waktu lalu telah di PAW (Pergantian Antar Waktu)
Dikutip dari salah satu media online, mantan anggota DPRD Koltim itu secara blak-blakan mengakui dan membenarkan terkait adanya permainan (praktik curang) yang dilakukan AA pada pemilihan wakil Bupati Koltim tahun 2022, ia pun mengakui bahwa dirinya juga terlibat dalam kasus tersebut (mendapat uang dan handphone dari AA).
RS mengungkapkan, bahwa dia dan rekan-rekan mendapat intervensi dari partai (NasDem) dalam hal ini dipaksa untuk mematuhi perintah partai, meskipun mereka merasa tidak sesuai dengan hati nurani, salah satunya ancaman pengusulan PAW digunakan sebagai alat penekanan yang sangat efektif.
“Saya mengakuinya, saya memilih AA meskipun pada awalnya tidak memiliki niatan untuk melakukannya,” ujar RS. Pada salah satu media online. Jumat (14/07/23).
Kendati demikian, RS juga menegaskan bahwa pihaknya memiliki bukti pendukung yang siap diserahkan kepada KPK RI, meskipun hal itu berat karena akan terlibat dalam investigasi lebih lanjut.
“Ini merupakan kasus yang sangat serius, jadi sudah sudah seyogyanya kita sebagai putra Sultra harus segera menyampaikan serta melaporkan kasus ini kepada lembaga anti rasuah (KPK) RI agar segera ditindaklanjuti. Salah satu kunci utama yang bisa membantu kinerja KPK RI untuk membuka tabir ini yaitu kesaksian RS,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Monitoring Corruption (MC), Enggi Indra Saputra menjelaskan bahwa rumor kedekatan Bupati Koltim dan Gubernur Sultra (AMZ) diduga menjadi salah satu faktor mulusnya karir politik AA dalam menduduki posisi tersebut. Sebab, sebelum menjabat sebagai Bupati, AA merupakan mantan ADC (Asisten Pribadi) AMZ semasa menjadi anggota Polri
“Bisa kita simpulkan bahwa pengakuan dari RS terkait adanya intervensi dan ancaman dari partai NasDem ke sejumlah Anggota DPRD nya itu sangat betul. Pasalnya, selain karena AA mantan asisten pribadi AMZ, Gubernur Sultra juga ini merupakan Ketua DPW Partai NasDem Sultra,” jelasnya
Sehingga, atas dasar tersebut pihaknya secara kelembagaan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk segera memanggil dan memeriksa AA dan 13 anggota DPRD Koltim yang diduga terlibat.
“Selain AA dan 13 Anggota DPRD Koltim, kami juga akan mendesak KPK RI agar memanggil dan memeriksa Gubernur Sultra yang kami duga mempunyai peran penting dalam kasus ini,” ujarnya.
Bupati Koltim dan 13 Anggota DPRD Koltim diduga telah melanggar Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, Pasal 12 B tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam waktu dekat ini kami (MC dan ACW) akan menggelar aksi unras serta melaporkan kasus ini ke KPK RI, bukan hanya itu kami juga akan mendesak KPK RI agar segera menelusuri terkait asal usul aliran dana yang digunakan AA. Pertanyaan kami bagaimana bisa sekelas purnawirawan dengan pangkat Aipda bisa merogoh kocek miliaran rupiah untuk melakukan gratifikasi ?,bagi kami ini janggal dan tidak rasional,” tutupnya.
Reporter : Azam Barakati