Awasi Pontensi Kecurangan Pemilu 2024, Kawal Demokrasi yang Sehat

oleh -307 Dilihat
oleh
Ketua Umum PK IMM Fisip UHO Kariadi  Foto: Istimewa.

Nilkaz.com, Kendari — Pemilihan umum dan Pilkada menjadi pilar utama Indonesia sebagai negara demokrasi ketika memilih pemimpin untuk mengisi jabatan-jabatan politik di legislatif maupun eksekutif.

Peserta pemilu merupakan partai politik untuk pemilu anggota DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk pemilu presiden dan wakil presiden.

Sementara, pemilih dalam pemilu merupakan Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 tahun atau lebih.

Momentum pemilu ini kerap disebut sebagai pesta demokrasi rakyat. Sebab, lewat pemilu, rakyat diberikan hak penuh untuk memilih calon pemimpin, dari tingkat pusat hingga ke level daerah dalam lima tahun sekali.

Nah tak lama lagi skarang kita menghadapi pemilihan umum (Pemilu) serentak tahun 2024 akan dihelat, mesti diketahui jenis-jenis pelanggaran pemilu beserta contohnya.

Contoh itu, tentu penulis merujuk pada Undang-Undang PKPU Nomor 7 Tahun 2017, terdapat 3 jenis pelanggaran pemilu yang harus diketahui secara luas oleh masyarakat dan mengawasi.

3 Jenis Pelanggaran Pemilu:

1. Pelanggaran Administratif.
2. Pelanggaran Kode Etik.
3. Pelanggaran Pidana Pemilu.

Jadi jelas 3 jenis pelanggaran pemilu itu yang dipaparkan untuk memberikan edukasi hukum dan pencegahan tentang jenis-jenis pelanggaran yang biasa terjadi dalam pemilu, supaya bisa diketahui juga oleh masyarakat secara luas, terkhusus pemili pemula.

Pada pasal 460 UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu, tercantum bahwa pelanggaran administratif meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu, pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Contoh pelanggaran administratif yang bisa terjadi misalnya, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terlibat dalam kampanye atau terlibat dalam pemasangan alat peraga kampanye (baleho), penggunaan KTP ganda dalam pencontrengan, KPPS memberikan kesempatan kepada seseorang yang tidak memiliki hak untuk memilih di TPS tersebut, KPU tidak melakukan penelitian dan verifikasi faktual terhadap dokumen pendaftaran partai politik.

Pasal 456 UU No. 7 Tahun 2017 mencantumkan bahwa pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, merupakan pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu, yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.

Dalam peraturan bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13, 11, 1 Tahun 2012, pada pasal 6 sampai 16, memuat isi peraturan tentang kode etik penyelenggara pemilu.

Contoh pelanggaran kode etik misalnya, penyelenggara pemilu meminta atau menerima imbalan berupa uang atau barang dari calon atau pasangan calon, penyelenggara pemilu terlibat dalam kegiatan atau menjadi anggota partai politik.

Sementara itu, pelanggaran pidana pemilu juga diatur dalam UU No.7 Tahun 2017. Konsep sanksi pidana dalam UU No.7 Tahun 2017 hanya berupa pidana maksimum dengan penerapan pidana kumulatif, berupa pidana penjara dan denda.

Kalau untuk pelanggaran terkait tindak pidana pemilu, contohnya itu seperti, politik uang (Money Politic), memalsukan dokumen syarat pencalonan, mengubah perolehan suara secara tidak sah, memberikan suara (mencoblos) lebih dari sekali di satu TPS atau lebih.

Tulisan ini sebagai bentuk sosialisasi dan pencegahan terhadap pelanggaran pemilu, serta sebagai bentuk edukasi bagi para pemilih pemula.

Bagi masyarakat ingin melaporkan temuan dugaan pelanggaran seperti yang dipaparkan tadi, maka bisa datang melapor langsung ke Kantor Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Lembaga Pemantau Pemilu.

Pemilu 2024 diharapkan bisa mengedepankan politik yang bermoral dan berkeadaban. Sebab, kontestasi demokrasi selama ini dianggap masih banyak yang berorientasi kekuasaan.

Maka dari itu, mari kita mengawasi pelanggaran pemiluh dan menjadi pemilih cerdas, bijak, dan juga kritis. Di mana bisa menentukan secara rasional dan objektif bukan dengan emosional dan eksploitasi dengan berbagai hal yang dapat memecahkan bangsa.

Penulis: Kariadi Mahasiswa Fisip UHO.

Follow Berita Terkini Nilkaz.com di Google News berikut ini: klik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *